Seperti dikisahkan sebelumnya,
bahwa Syekh Astari satu qurun dengan delapan sahabat yang kemudian menjadi
ulama besar. Di antara delapan sahabat itu adalah syekh Mustaya Binuang. Ia
adalah teman Syekh Astari sejak di pesantren Bunar asuhan Syekh jaliman.
Kemudian keduanya menjadi murid dari Syekh Nawawi Mandaya yang juga adalah satu
pesantren ketika di pesantren Bunar.
KH. Maujud bin Syekh Astari
mengkisahkan pertemuannya dengan Syekh Mustaya untuk pertama kalinya. Ketika
itu KH. Maujud masih mesantren di KH. Suhaimi Sasak.
KH. Maujud datang ke Binuang bersama
seorang temannya untuk bersilaturahmi dan memohon do’a. ia melihat Syekh
mustaya sedang duduk dengan mata ke langit-langit rumah. KH. Maujud mengucapkan
salam. Tapi Syekh Mustaya masih diam terpaku dengan mata masih menatap kosong
ke langit-langit. Terpaksa KH. Maujud dan temannya duduk tanpa dipersilahkan
setelah mencium tangan Sang syekh. Lama terjadi keheningan di antara mereka.
Setelah beberapa saat terdiam KH
maujud kikuk melihat Syekh Mustaya tetap terdiam, akhirnya ia mengawali
pembicaraan: “Yai, saya kesini mau memohon do’a”. mendengar KH Maujud berkata
demikian Syekh Mustaya menggebrak meja sambil mengatakan: “Kamu juga kan bisa
berdo’a, ngapain minta-minta doa.pada saya, Abahmu Syekh astari itu
mesantrennya bareng ama saya”. KH maujud dan temannya kaget karena gebrakan
meja itu, dan heran karena Syekh Mustaya mengetahui bahwa ia adalah putra Syekh
Astari padahal ia belum pernah silaturahmi kepada Syekh mustaya. Pertemuan itu
adalah pertemuan pertama.
Syekh Mustaya adalah kiayi yang
kharismatik dan penuh karomah. Selain mengajar santri ia juga sering berceramah
di berbagai tempat. Zaman itu masih banyak masyarakat yang bila mengadakan
hajat menanggap ubrug, jaipong, golek dan kemaksiatan lain. Tak jarang waktunya
berbarengan dengan ceramah Syekh mustaya. Para jawara telenges sering merasa
gerah dengan adanya ceramah syekh Mustaya yang sering menyinggung orang
menanggap jaipongan dan sebagainya. Akhirnya para jawara mengadakan berbagai
macam upaya untuk menggagalkan ceramah Syekh Mustaya.
Di suatu ceramah tiba-tiba speker
yang dipakai Syekh mustaya ceramah mati karena kabelnya ada yang memotong.
Akhirnya Syekh Mustaya mengambil sandalnya untuk dijadikan sebagai mix,
akhirnya suara Syekh mustaya menggema di loudspeaker seperti menggunakan mix
sungguhan.
Dilain acara ceramah yang barungan
dengan tanggapan ubrug, syekh Mustaya menggerakan teko yang berisi kopi kepada
para hadirin dari kejauhan. Teko ini menuangkan kopi kepada para hadirin satu
persatu tanpa ada orang yang memegangnya. Sehingga orang-orang yang semula
menonton ubrug jadi penasaran untuk menghadiri ceramah Syekh Mustaya.
Kembali kepada kisah kunjungan KH.
Maujud kepada Syekh mustaya.
Syekh Mustaya menceritakan kepada
KH. Maujud kisah tentang waktu ia dipesantren bersama Syekh Astari. Menurut
Syekh Mustaya, Syekh astari adalah sosok yang sukar dicari tandingnya akan
akhlak dan lain sebagainya.
Syekh astari adalah orang yang
mempunyai akhlak yang sangat sempurna ketika di pesantren. Ketawaduannya kepada
teman tidak ada bandingnya. Setiap mengaji di hadapan guru ia selalu datang
sebelum guru datang. Dan di dalam pengajian ia duduk bersama teman ketika
berdesakan selalu menaikan paha temannya di atas pahanya. Ia hanya mau memberi
tak mengharap diberi. Ia hanya mau memangku tak berharap di pangku. Ia hanya
mau membahagiakan tak mengharap balasan.
Teman yang sering di sandinginya
adalah syekh Mustaya, maka Syekh Mustayalah yang sering pahanya ditumpangkan di
atas paha Syekh astari. Suatu ketika ketika Syekh Astari tidak ada Syekh Nawawi
mengatakan kepada seluruh para santri bahwa ia melihat cahaya terang dari wajah
Astari dan menganjurkan kepada para santri untuk tidak berbuat yang kurang baik
kepada Syekh Astari.
Ketika mendengar penuturan Syekh
Nawawi itu, syekh Mustaya tidak mau lagi menumpangkan pahanya di atas paha
Syekh Astari walaupun Syekh Astari memaksa. Tapi tetap saja sepanjang pengajian
keduanya hanya sibuk menumpangkan paha temannya kepada yang lainnya. Sehingga
Syekh Mustaya akhirnya mengalah.
Ketika tiba giliran mengaji
berikutnya, Syekh Mustaya sengaja datang terlambat agar bisa menjauhi syekh
astari. Ia tahu pasti syekh Astari akan masuk majlis sebelum syekh Nawawi datang.
Setelah ia memastikan syekh Astari duduk di majlis, barula ia masuk majlis dan
sengaja ia duduk jauh dari tempat Syekh astari. Ketika Syekh mustaya sedang
asik mengaji betapa kagetnya ia karena Syekh Astari telah berada di sampingnya
dan telah menumpangkan paha syekh Mustaya di atas pahanya sendiri.
Syekh Mustaya menceritakan bahwa
Sekh Astari hanya mempunyai satu pakaian untuk dikenakan. Bukan karena ia tak
punya. Keluarganya adalah keluarga yang berkecukupan. Tapi karena bila ia
mempunyai dua baju atau lebih, maka ia akan segera memberikannya kepada orang
lain. Ia hanya mau mempunyai baju satu saja yaitu yang menempel di badannya.
Ketika satu baju ini di cuci ia berendam di dalam air sampai bajunya kering.
Begitu juga bila ia pulang dari
rumah membawa beras, lauk pauk dan sebagainya maka sesampainya di pesantren
semua beras dan yang lainnya ia bagikan kepad teman-temannya. Sementara ia
melalui hari-hari berikutnya dengan kepasrahan kepada Allah Swt.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar