Setelah beberapa tahun mendapat
bimbingan dari Syekh Nawawi Mandaya, akhirnya Syekh Nawawi mempersilahkan
delapan orang ini untuk pulang ke kampungnya masing-masing guna mengamalkan
ilmu di masyarakat. Sebelum pulang delapan sahabat ini bersepakat untuk
membantu pembangunan rumah Syekh Nawawi yang kebetulan baru saja bersiap-siap
akan membangun rumah. Kebetulan mereka selain sebagai santri juga cakap dalam
pertukangan.
Syekh mustaya menceritakan bahwa
Syekh astari yang berbadan kurus sangat cekatan dalam mengerjakan apapun.
Apalagi ketika sampai mengerjakan bagian kuda-kuda di atas. Tubuh Syekh astari
begitu lentur bergelayutan untuk mengerjakan pekerjaan tertentu. Syekh Mustaya
rupanya agak takut ketinggian. Ia ingin membantu syekh Astari di atas tapi ia
takut ketinggian. Rupanya Syekh Astari mengetahui gerentes hati Syekh mustaya,
akhirnya ia mengulurkan tangan kepada Syekh Mustaya untuk ikut naik. Mulanya
Syekh Mustaya ragu-ragu. Tapi akhirnya Syekh Mustaya menyambut tangan Syekh Astari
dan aneh ketika tangan syekh mustaya menyentuh tangan Syekh astari, seluruh
rasa takut itu hilang.
Rumah itupun setelah beberapa hari
hamper rampung kecuali ketika hendak membikin undak paling atas. Delapan
sahabat ini berbeda pendapat. Ada yang mengusulkan begini, ada yang begitu.
Akhirnya syekh Nawawi turun tangan sendiri untuk menentukan model yang ia
inginkan.
Kejadian undak itu adalah isyarat
bahwa sejadug-jadugnya murid tetap saja ujung penyelesaiannya adalah sang guru.
Setelah rumah selesai dibangun, Syekh nawawi memerintahkan delapan sahabat ini
untuk bertahannus selama empatpuluh hari empatpuluh malam di payon rumah
barunya itu.
Setelah selesai bertahannus,
delapan sahabat ini dipersilahkan pulang kembali ke kampungnya masing-masing
untuk mengamalkan ilmu di tengah masyarakat. Akhirnya setelah sekian tahun
bersama mulai dari pesantren Bunar asuhan syekh jaliman sampai di Mandaya
kesembilan sahabat ini berpisah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar