Selain kepada ayahnya maulana
Ishaq, Syekh Astari kecil mula-mula belajar ngaji di kampungnya kepada Ki
Muhammad Zen, seorang ulama yang juga mempunyai garis keturunan kepada Syekh
ciliwulung. Kalau Syekh astari mempunyai garis keturunan kepada Syekh
Ciliwulung melalui anak perempuannya yang bernama Nyai Ratu Fatimah,ibu Syekh
Hasan Basri, maka Ki Muhammad Zein
melalui anak laki-laki Syekh Ciliwulung yang bernama Ki Cinding. Memang Syekh
Ciliwulung kemudian mempunyai banyak keturunan yang menjadi para kiayi
khususnya di wilayah Kresek, Binuang dan Gunung Kaler dan umumnya di Banten
Utara. Di daerah Tanara, Tirtayasa dan Carenang banyak para ulama yang juga
mempunyai garis keturunan kepada Syekh Ciliwulung melalui putra Syekh
Ciliwulung yang bernama Ki Sauddin.
Kita bisa menyebutkan beberapa
contoh para kiayi yang mempunyai garis keturunan kepada Syekh Ciliwulung. Ki
Adung seorang kiayi dari laban Tirtayasa adalah seorang kiayi yang memiliki
garis keturunan kepada syekh Ciliwulung melalui Ki Sauddin. Begitu juga Kiayi
soleh dan kiayi Fathoni Lempuyang. Ki Syafei bin Makiyya dari Kebon Jeruk
memiliki garis keturunan kepada syekh Ciliwulung melalui Ki Cinding. Ki Amran
Bugel juga keturunan Syekh Ciliwulung melalui Nyi Ratu Fatimah. Sedangkan di
Kresek Abuya Amin koper bersambung silsilahnya melalui Nyai Ratu Fatimah. KH.
Mufti bin Asnawi seorang ahli fiqh dari Cakung srewu memiliki garis keturunan
kepada Syekh ciliwulung melalui Ki Syueb.
Syekh Asnawi Caringin melaui ibunya juga keturunan Sekh Ciliwulung dari
Ki Cinding. KH. Makmun, Ki Busyra dan Ki Salim yang kesemuanya anak Ki Muhammad
zen Cakung guru Syekh Astari memiliki garis silsilah kepada Syekh Ciliwulung
melalui Ki Cinding. Dan masih banyak kiayi yang masih hidup yang memiliki garis
keturunan dengan syekh Ciliwulung.
Garis nasab para ulama Banten Utara
bisa dikatakan didominasi oleh dua garis silsilah yaitu garis silsilah Pangeran
Sunyararas tajul arsy Tanara dan syekh Ciliwulung Cakung. Dari garis Pangeran
Sunyararas tajul arsy, kita bisa menyebutkan beberapa ulama seperti Syekh
Nawawi al-Bantani, Syekh Umar Rancalang, SYekh Nawawi Mandaya dan syekh Abdul
Karim yang merupakan khalifah toriqoh Al Qodiriyah wa al Naqsyabandiyah.
Kembali kepada pembahasan masa belajar
Syekh Astari.
Dikisahkan Syekh Astari kecil
ketika mulai mengaji kepada Ki Muhammad zen selalu datang sebelum
teman-temannya datang dan pulang setelah semuanya pulang. Walaupun datang
pertama kali, syekh astari tidak langsung mengaji tapi dia menyimak pengajian
teman-temannya satu persatu. Ia membuka halaman al Qur’annya teman. Inilah yang
membuat Syekh Astari sekali mengaji dapat berpuluh kali lipat pelajaran
daripada teman-temannya dalam semalam.
Suatu ketika Ki Muhammad zen
ketiduran ketika Syekh astari sedang
mengaji karena Syekh Astari mengaji terakhir dan waktu sudah larut. Walaupun
mengetahui gurunya tertidur Syekh Astari tetap terus membaca al Qur’an. Karena
murid hanya boleh berhenti mengaji apabila gurunya memerintahkan berhenti.
Rupanya karena lelah Ki Muhammad zen tidur cukup lama. Walaupun syekh Astari
merasa lelah karena terus membaca al Qur’an ia tetap tak mau berhenti sampai
gurunya bangun dan menyuruhnya berhenti. Ketika Ki Muhammad Zen terbangun
alangkah kagumnya ia kepada Syekh Astari ketika mendapatinya masih terus
mengaji di hadapannya. Ki Muhammad yakin suatu saat nanti Syekh Astari kecil
akan menjadi ulama besar yang akan menjadi tumpuan umat.
Setelah menganjak remaja, syekh
Astari diserahkan orang tuanya untuk mesantren kepada syekh Jaliman di
Bunar-Pematang.
Alhamdulillaah menambah wawasan
BalasHapus